Rabu, 14 September 2016

Sejarah Kabupaten Tulungagung

Kabupaten Tulungagung adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Pusat pemerintahan Kabupaten Tulungagung berada di Kecamatan Tulungagung. Tulungagung terkenal sebagai satu dari beberapa daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia. Daerah Tulungagung dulunya dikenal dengan nama Ngrowo, dan namanya masih dipakai sampai sekitar awal abad ke-19.Lalu nama Ngrowo diubah ketika terjadi perpindahan pusat pemerintahan dari Kalangbret ke Tulungagung.
Nama Tulungagung didapat dari penggalan kata “tulung” dan “agung” sehingga tulung berarti mata air atau pertolongan, dan agung berarti besar. Jadi lengkapnya Tulungagung mempunyai arti "Sumber air besar" atau "Pertolongan besar". Dulu Tulungagung merupakan daerah berawa tetapi sekarang sudah tidak lagi, dan karena itu juga julukan Ngrowo dirubah menjadi nama Tulungagung.
Dulu hari jadi Tulungagung ditetapkan pada tanggal 1 April 1901. Penetapan hari jadi tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gupermen kekancingan GG.14/1-1901 No.08 yang dikeluarkan oleh Belanda. Karena penetapan hari jadi Tulungagung tersebut dinilai ”berbau kolonialisme” maka pada tahun 2003 hal tersebut ditinjau kembali.

Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir yaitu Kertajaya disebut juga Dhandanggendis, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M.

Pada awalnya Kabupaten Tulungagung masuk kedalam pengawasan Kasunanan Surokarto, dan pada waktu itu Tulungagung dinamakan Kabupaten Ngrowo yang berpusat pemerintahan di Kalangbret (1709-1824). Berdirinya Kraton Kasultanan Ngayogjokarta membuka pintu baru bagi sejarah Tulungagung (Kabupaten Ngrowo khususnya).

Pada tahun 1824 nama Kabupaten Ngrowo di Kalangbret diubah menjadi Kabupaten Ngrowo di Tulungagung. Sebagai tugu peringatan maka di setiap jalan jurusan keluar kota didirikan patung-patung raksasa yang dikenal sebagai Tugu “Reco Penthung”       Dengan berpindahnya pemegang kekuasaan atas tanah Tulungagung, Kasultanan Ngayogjokarta menunjuk Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat yang merupakan cucu dari Hamengku Bowono II menjadi bupati keempat daerah Ngrowo, sekaligus bupati pertama bagi Tulungagung. Saat itu Tulungagung masih terkenal angker, sehingga pemerintahan Ngayogjokarto membekali sebuah pusaka.

Pusaka itu berupa tombak ladean sepanjang 5 meter yang diberi nama “Tombak Kyai Upas” yang dulunya merupakan pusaka sepeninggalan Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Sejak tahun 1882 pemeliharaan pusaka berada di tangan R.M Tumenggung Pringgokusumo bupati ke-10 Tulungagung. Baik kalangan bupati-bupati lama, dari keluarga Pringgokoesoemo ataupun masyarakat Tulungagung, memiliki suatu kepercayaan bahwa pusaka Kyai Upas merupakan pusaka bertuah penolak banjir dan penjaga ketentraman bagi daerah kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 1889 ditemukannya salah satu fosil manusia purba pertama yaitu “Homo Wajakensis” di daerah pantai selatan dekat Campurdarat, sehingga menarik peneliti untuk mengarahkan penelitiannya ke wilayah Tulungagung. Dan pada tahun 1901 berdasarkan Surat Keputusan Gupermen kekancingan GG.14/1-1901 No.08 oleh Belanda penamaan gelar Bupati Ngrowo diganti dengan nama Bupati Tulungagung sehingga sejak saat itu 1 April 1901 dijadikan hari jadinya Tulungagung (sekarang berubah menjadi 18 November).

Pada tahun 1943 kependudukan Jepang di Indonesia ternyata memberi dampak cukup signifikan terhadap perkembangan daerah di Tulungagung. Tulungagung adalah daerah yang memiliki sumber daya air yang besar. Sebelum dibangunnya Bendungan Niyama di Tulungagung Selatan oleh pendudukan tentara Jepang, di mana-mana di daerah Tulungagung hanya ada sumber air saja. Pada masa lalu, karena terlalu banyaknya sumber air disana, setiap kawasan banyak yang tergenang air, baik musim kemarau maupun musim penghujan.

Menurut sejarah diatas, kita bisa melihat bahwa perjuangan para masyarakat pendahulu untuk mempertahankan dan mengembangkan daerah Tulungagung. Kegigihan masyarakat Thani Lawadan, pemberian pusaka Tombak Kyai Upas, penemuan Homo Wajakensis, pemanfaatan daerah-daerah subur dan sumber daya lain yaitu marmer serta pembangunan Bendungan Niyama menandakan bahwa Tulungagung merupakan tempat yang penting bagi para penguasa.

1 komentar:

Salam hangat dari datsuntulungagung.com, Dealer Resmi Datsun Tulungagung
semoga yang punya blog ini diberi rizqi berlimpah sehingga bisa membeli mobil Datsun Go Panca Tulungagung atau Datsun Go+ Tulungagung
Amin
 

Posting Komentar